Merespon Keberagaman di Amerika Melalui Toleransi Tanpa Diskriminasi

FPCI Brawijaya
3 min readMar 31, 2021

Written by Mujiburrahman, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

Benua amerika dikenal setelah ditemukan oleh Christopher Columbus. Benua yang sangat luas dan memiliki kekayaan ini mendatangkan banyak imigran dari negara lain. Bahkan hingga kini amerika Serikat menjadi rumah bagi lebih dari 324 juta orang, yang menjadikannya negara ketiga terbesar di dunia berdasarkan populasi. Dengan kebanyakan imigran yang berasal dari Meksiko, India, China, Filipina, dan Kuba membuat amerika menjadi negara yang memiliki keberagaman tinggi. Menjadi salah satu negara dengan keberagaman etnis yang tinggi tentu juga mendatangkan berbagai macam kepercayaan dan praktek keagamaan. Sebagian besar dari warga Amerika meyakini bahwa agama memegang peranan penting dalam kehidupan mereka. Namun hal ini tidak selalu menghasilkan hal yang positif. Banyaknya tindak kekerasan dan diskriminasi akibat perbedaan suku, ras, etnis dan agama menjadi persoalan yang besar di amerika.

Sebenarnya apa sih diskriminasi itu? Diskriminasi adalah sikap atau tindakan yang membedakan suatu golongan, ras, suku, etnis dan agama secara sengaja. Selanjutnya, menurut Theodorson dan Theodorson, (dalam Fulthoni, 2009: 3) diskriminasi merupakan perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial.

Awal mula terjadinya diskriminasi dan rasisme di amerika ialah ketika terjadi migrasi besar pada abad 16 dan 17 yang diakibatkan oleh kolonialisme yang dilakukan bangsa bangsa eropa terhadap bangsa di afrika. Orang Afrika-Amerika atau juga disebut dengan Negroid ini datang ke amerika sebagai budak untuk dipekerjakan di lahan pertanian ataupun buruh pabrik. Kehidupan yang keras seperti upah yang tidak sepadan, jam kerja yang melebihi batas, dan perlakuan kasar serta tidak senonoh membuat kehidupan budak yang kebanyakan merupakan seorang negroid semakin tertindas. Perjualbelian budak pun tidak dapat dihindari, bahkan perbedaan perlakuan terhadap ras kulit putih dan ras kulit hitam sangat terasa waktu itu.

Kekelaman yang dirasakan oleh ras kulit hitam menimbulkan amarah dan protes besar — besaran di amerika. Salah satunya adalah dari tokoh pergerakan melawan diskriminasi yang mendapat penghargaan dan dikenang hingga sekarang, yaitu sir Martin Luther King Jr. Gerakannya memotivasi pergerakan dan perlawanan di daerah lain hingga akhirnya pada abad ke 18, banyak wilayah yang melarang perbudakan dan juga perjualbelian budak seperti yang dilakukan presiden amerika saat itu, Abraham lincoln. Tidak hanya di amerika tapi juga bangsa bangsa eropa, banyak negara yang mengecam tindakan tersebut yang kemudian mengeluarkan undang-undang kebebasan budak. Banyak gerakan dan juga lembaga yang dibentuk guna mengakhiri perbudakan.

Meskipun perbudakan dan diskriminasi sempat dihapuskan saat Abraham Lincoln menjadi presiden Amerika di tahun 1862, rasisme tidak serta merta hilang. Perbudakan dan diskriminasi terhadap orang Afrika-Amerika terus bergulir mengukir sejarah. Salah satu bentuknya adalah stereotip rasial. Stereotip rasial dapat memunculkan pemikiran-pemikiran yang sifatnya berupa pemikiran individu seseorang atas perbedaan karakteristik fisik atau juga dapat berupa kesimpulan dari hasil pemikiran banyak orang. Dan hal tersebut masih berlanjut hingga kini, salah satu kasusnya adalah kasus yang dialami George Floyd.

Namun keberagaman tidak selamanya buruk. Banyak aksi aksi seperti yang dilakukan para pemain NBA dimana mereka tidak hanya bermain basket namun juga berbagi bersama komunitas sosial dan rumah sakit. Kemudian ada aksi aksi dari anak muda yang tergabung dalam organisasi seperti aiesec dimana anak muda ini membangun kerjasama serta relasi dari berbagai negara, entitas, ras, suku, bangsa dan agama dalam menyelesaikan permasalahan yang ada didunia. PBB pun ikut bergergerak dengan mencetuskan pembangunan berkelanjutan atau yang lebih dikenal dengan SDG, dimana salah satu dari 17 tujuannya adalah mengurangi ketidaksetaraan atau reduce inequalities.

Lalu bagaimana cara kita ikut membangun keberagaman ini agar menjadi langkah yang progresif dan bukan diskriminatif, yang mana kita tau bahwa negara kita juga merupakan negara dengan keberagaman tinggi. Cara menyikapi keberagaman adalah dengan menerapkan toleransi. Toleransi adalah cara menghargai dan menerima perbedaan atas berbagai perilaku, budaya, agama, dan ras yang ada di dunia ini. Sikap toleransi bisa diaplikasikan dimana saja, bisa di rumah, di jalan, di sekolah, ataupun di masyarakat. Kita dapat memulainya dengan membiasakan menghargai perbedaan, membantu yang membutuhkan tanpa pandang bulu, memperlakukan setiap orang secara adil dan menghargai pendapat orang lain.

Oleh karena itu, mari bersama sama kita membuat keberagaman menjadi sebuah keistimewaan melalui toleransi tanpa diskriminasi.

Source : Fulthoni dkk, 2009. Buku Saku Kebebasan Bergama dan Berkeyakinan. (Memahami Kebijakan Administrasi Kependudukan) Jakarta: ILRC. Geertz, Cliforrd.

--

--

FPCI Brawijaya

Foreign Policy Community of Indonesia Chapter Universitas Brawijaya #SparktheSameLight