Genosida di Republik Kongo : Sisi Pedih Afrika yang Jarang Dilihat Mata

FPCI Brawijaya
4 min readJan 12, 2024

Written by M. Agung Noor Dzaki, Intern Staff of FPCI Brawijaya 2023

Sumber: Peoples Dispatch

Akhir-akhir ini dunia selalu mewartakan berbagai macam peristiwa yang mengiris hati, dan juga pikiran. Tentu saja kita semua telah menyaksikan pilunya Genosida Rakyat Palestina oleh kebiadaban Israel yang tentunya mengundang simpati dari warga dunia. Namun, ada satu lagi kasus genosida memilukan yang terjadi di belahan bumi lain, tepatnya di Benua Afrika.

Tepat di Afrika bagian Tengah, ada kasus pembantaian yang terjadi bukan hanya pada waktu sekarang ataupun detik ini, namun sudah terjadi berpuluh tahun lamanya, tepatnya di Republik Demokratik Kongo, yang sayangnya jarang mendapatkan atensi yang sama seperti negara lain yang memiliki nasib yang sama dalam kasus pembantaian etnis.

Kasus Genosida yang terjadi di Republik Demokratik Kongo ini bisa dibilang sebagai Konflik kemanusiaan yang cukup lama terjadi, tepatnya bermula sejak tahun 1994 tepatnya saat puncak dari Genosida Rwanda, dimana pihak ekstremis dari suku Hutu membunuh suku Tutsi, dan suku Hutu yang tidak beraliran ekstremis secara masif.

Hal tersebut ternyata didasari oleh konflik yang terjadi bertahun tahun lamanya antara suku Tutsi dan suku Hutu yang diwariskan oleh kolonialisme Belgia dan Jerman, mereka memanfaatkan ideologi yang bersifat rasis oleh pihak penjajah dimana mereka berkesimpulan bahwa Suku Tutsi akan selalu menjadi suku yang inferior dibandingkan Suku Hutu.

Atas dasar ideologi inilah, gencatan senjata masif pun bermula yang menewaskan 75% populasi dari Suku Tutsi.

Genosida Rwanda tentunya tidak berhenti sampai tahun 1994 saja, namun dampak yang dihasilkan oleh pembantaian tersebut nyatanya menimbulkan konflik berkepanjangan yang dimulai dari serangan balasan oleh Suku Tutsi kepada Suku Hutu, sehingga menyebabkan sebagian besar warga dari Suku Hutu mengungsi ke wilayah Republik Demokratik Kongo, terlebih di bagian Kivu bagian Utara dan Selatan.

Gencatan senjata ini tentunya menimbulkan kemenangan bagi Suku Tutsi yang memegang posisi dominan pada konflik tersebut.

Di satu sisi yang sama, Pemerintah Rwanda melakukan revolusi pemerintahan sejak takluknya pemerintahan yang lama oleh Rwandan Patriotic Army (RPF), dan sejak itulah mereka mulai melakukan intervensi di wilayah Republik Demokratik Kongo.

Dengan dibawah pimpinan Presiden Paul Kagame, mereka melakukan gencatan senjata di daerah Kivu bagian Utara dan juga Selatan, dengan target utama yaitu pengungsi dari Suku Hutu. Ribuan nyawa hilang dari gencatan senjata yang dilakukan secara brutal tersebut.

Puncaknya, setelah perang Kongo 1 dan 2 bergejolak, yang berimbas pada reduksi pihak Tutsi pada pemerintahan Rwanda, Gerakan March 23 (M23) pun muncul pada era modern dengan misi gencatan senjata pada wilayah Republik Demokratik Kongo.

Gerakan March 23 (M23) berdiri pada tahun 2012, dan dilatarbelakangi oleh 300 tentara dari National Congress for the Defence of the People (CNDP) yang membelot dari pemerintahan Republik Demokratik Kongo dengan dilatarbelakangi oleh keresahan mereka terhadap pemerintah yang dianggap tidak bisa mempertanggungjawabkan perjanjian damai yang dibentuk tahun 2009.

Pemerintah mengancam akan menarik kembali tentara bekas anggota National Congress for the Defense of the People (CNDP) dari North Kivu sebelum penuhnya implementasi perjanjian perdamaian. Ancaman tersebut mendorong banyak dari mereka untuk membelot dari tentara dan membentuk kelompok pemberontak M23.

Gerakan M23 ini sendiri mayoritas berisi pasukan yang berasal dari pihak Tutsi, dan beraksi secara brutal pada bagian Kivu Utara. Mereka melakukan serangkaian aksi pembunuhan ataupun pemerkosaan secara brutal pada rakyat Republik Demokratik Kongo, terutama dari Pihak Hutu yang sudah sejak lama berseteru dengan Pihak Tutsi.

Menurut laporan terkini, Gerakan M23 telah melakukan pembunuhan di luar hukum, pemerkosaan, dan kejahatan perang lainnya sejak akhir tahun 2022.

Sebagai contoh pada bulan November 2022, dimana Gerakan M23 telah membantai kurang lebih 171 rakyat sipil di Kishishe, dengan jumlah mayoritas adalah laki-laki yang dituduh terafiliasi dengan pihak oposisi, ataupun pada November 2023, kelompok M23 membunuh sekitar 19 penduduk desa di timur Kongo. Warga lainnya melarikan diri dengan menyeberangi Sungai Lamia menuju Uganda.

Selain dilatarbelakangi oleh konflik antar ras berkepanjangan, Konflik yang berkecamuk di Republik Demokratik Kongo ternyata juga dilatarbelakangi oleh faktor yang lain, seperti perebutan sumberdaya mineral berupa Kobalt yang menjadi komoditi utama di wilayah ini.

Kurang lebih 60% dari pasokan Kobalt di seluruh dunia berasal dari Republik Demokratik Kongo. Namun, dibalik sumber daya yang melimpah tersebut, terdapat banyak rahasia gelap yang ada, seperti eksploitasi pekerja, yang didominasi oleh anak-anak.

Kurang lebih dari 250.000 total pekerja di tambang Kobalt tersebut, 60.000 diantaranya adalah anak-anak. Selain itu, wilayah kerja yang tidak memiliki standar operasional yang layak dan rentan menimbulkan penyakit juga menjadi momok yang serius dalam hal ini, ditambah dengan intervensi M23 yang melakukan praktik penyelundupan Kobalt menambah catatan kelam dari praktik penambangan Kobalt, bahkan sejarah Hak Asasi yang ada di Negara ini.

Dengan sejarah rasial dan perseteruan kedua kubu yang sampai detik ini masih memanas, sudah selayaknya pelanggaran Hak Asasi yang terjadi di Wilayah Republik Demokratik Kongo ini menjadi persoalan yang serius dan mendapatkan atensi yang lebih bagi para masyarakat dunia untuk bersama sama menghentikan Genosida berkepanjangan ini.

Sumber :

https://www.thehindu.com/news/international/the-massive-displacement-in-congo-explained/article67510117.ece

https://cla.umn.edu/chgs/holocaust-genocide-education/resource-guides/rwanda#:~:text=Beginning%20in%201994%20and%20lasting,and%20UN%20peacekeepers%20stood%20by.

https://republic.com.ng/october-november-2023/congo-cobalt-genocide/

https://www.cfr.org/global-conflict-tracker/conflict/violence-democratic-republic-congo#:~:text=Since%201996%2C%20conflict%20in%20eastern,DRC's%20neighbor%20to%20the%20east).

https://tirto.id/apa-penyebab-konflik-di-kongo-dan-kondisi-terkini-gSF6

https://www.cnbcindonesia.com/news/20231128150430-4-492703/bukan-gaza-diam-diam-ada-genosida-di-negara-ini

--

--

FPCI Brawijaya

Foreign Policy Community of Indonesia Chapter Universitas Brawijaya #SparktheSameLight