AS-Eropa dan Isu Ras Di Dalamnya

FPCI Brawijaya
2 min readMar 31, 2021

Nabiilah Hanuun. S, Hubungan Internasional, Universitas Brawijaya

Diskriminasi terhadap ras tertentu merupakan hal yang tidak baru terjadi di dunia ini. Meskipun sudah sering kali digaungkan untuk menghormati dan menghargai perbedaan ras, tetap saja fenomena ini sulit untuk dihilangkan. Penyebab diskriminasi bermacam-macam, contohnya adalah latar belakang sejarah. Seperti yang kita tahu bahwa ras kulit putih di zaman dahulu merupakan kelompok yang sering melakukan kolonialisme di Asia dan Afrika. Politik Apartheid salah satunya. Apartheid merupakan sistem pemisahan ras antara kulit putih dan kulit hitam di Afrika Selatan dari sekitar awal abad ke-20 hingga tahun 1990. Meskipun Afrika Selatan sudah terbebas dari kolonialisme, tetapi dampak dari sistem ini masih berlanjut hingga sekarang.

Salah satu contoh kasus diskriminasi ras yang barusan terjadi adalah kematian seorang warga AS yang bernama George Floyd pada bulan Mei 2020. Kematiannya disebabkan oleh tindakan gegabah seorang polisi yang berlutut diatas lehernya hingga tidak bisa bernafas serta menuduhnya menggunakan uang palsu. Akibat dari kejadian itu, gerakan Black Lives Matter diserukan dimana-mana yang bertujuan untuk menuntut keadilan dan penegakkan HAM. Contoh kasus diskriminasi lainnya terjadi di Eropa pada saat kebijakan lockdown berlangsung. Menurut laporan dari Amnesty International[1], kepolisian disana melakukan tindak rasisme terutama terhadap warga kulit hitam yang tinggal di Seine-Saint-Denis yang merupakan kawasan termiskin di Prancis. Mereka memberikan besaran denda untuk pelanggar lockdown tiga kali lebih besar dari kawasan lainnya.

Menanggapi hal ini, Uni Eropa mengumumkan kebijakan untuk menindak kejahatan rasisme serta meningkatkan keberagaman. Komisi Eropa menetapkan rencana aksi lima tahun mendatang yang salah satunya ialah membuat kebijakan penambahan staf Uni Eropa dari berbagai latar belakang[2]. Selain itu, untuk menanggapi kematian tragis George Floyd dan besarnya massa demonstran Black Lives Matter, Amerika Serikat juga menyusun rancangan undang-undang untuk menghentikan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan polisi[3].

Berdasarkan uraian diatas, dapat kita simpulkan bahwa keberagaman ras yang ada di Eropa dan Amerika Serikat masih tidak diimbangi dengan tingkat toleransi warga negaranya. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya tindakan diskriminasi dan rasisme terhadap ras tertentu seperti ras kulit hitam. Penyebab tingginya angka diskriminasi ras di Eropa dan Amerika Serikat disebabkan oleh masih kuatnya stereotipe bahwa gen kulit hitam lebih rendah kedudukannya daripada kulit putih. Selain itu, masyarakat masih menganggap bahwa gen kulit putih lebih superior daripada kulit berwarna lainnya. Keadaan ini perlu penanganan yang serius dan melibatkan banyak pihak agar tidak ada lagi korban yang berjatuhan.

Daftar Pustaka

Deutsche Welle (www.dw.com. (2020). Amnesty International: Polisi Eropa Lakukan Tindakan Diskriminasi Rasial Saat Terapkan Lockdown | DW | 25.06.2020. Retrieved March 10, 2021, from DW.COM website: https://www.dw.com/id/amnesty-international-polisi-eropa-lakukan-tindakan-diskriminasi-rasial-saat-terapkan-lockdown/a-53934229

Vissia Ita Yulianto. (2020, June 19). Telah lama dunia menghadapi pandemi rasisme. Bagaimana cara menghentikannya? Retrieved March 10, 2021, from The Conversation website: https://theconversation.com/telah-lama-dunia-menghadapi-pandemi-rasisme-bagaimana-cara-menghentikannya-140845

‌VOA. (2020, September 19). Uni Eropa Umumkan Rencana untuk Memerangi Rasisme, Tingkatkan Keberagaman. Retrieved March 10, 2021, from VOA Indonesia website: https://www.voaindonesia.com/a/uni-eropa-umumkan-rencana-untuk-memerangi-rasisme-tingkatkan-keberagaman-/5589793.html

--

--

FPCI Brawijaya

Foreign Policy Community of Indonesia Chapter Universitas Brawijaya #SparktheSameLight